Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha/ Kerjasama Pengusaha, Serikat Pekerja, Dan Pemerintah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha
2.1.1 Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
A. Pengertian
Pekerja/Serikat Buruh
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha
yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan,
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pengertian Serikat
Pekerja/Serikat Buruh menurut Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 21
Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
Tentang Serikat Pekerja/Serikat, Buruh terbagi menjadi dua yaitu Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar
perusahaan. Pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh yang
didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.
Pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Serikat Pekerja/Serikat
Buruh di luar perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan
oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.
Serikat Pekerja/Buruh dapat membentuk Federasi
Serikat Pekerja/Buruh maupun Konferensi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pada
Pasal 1 angka 4 Undang- Undang No.21 tahun 2000, Federasi serikat
pekerja/serikat buruh ialah gabungan serikat pekerja/serikat buruh. Adapun pada
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh ialah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.
Federasi serikat pekerja adalah bentukan dari
sekurang-kurangnya 5 serikat pekerja. Dan Konfederasi serikat pekerja merupakan
gabungan dari sekurang-kurangnya 3 federasi serikat pekerja.
Pada dasarnya sebuah serikat pekerja harus
terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan
jenis kelamin. Jadi sebagai seorang karyawan di suatu perusahaan, anda hanya
tinggal menghubungi pengurus serikat pekerja di kantor anda, biasanya akan
diminta untuk mengisi formulir keanggotaan untuk data. Ada pula sebagian
serikat pekerja yang memungut iuran bulanan kepada anggotanya yang relatif
sangat kecil berkisar Rp. 1,000 - Rp. 5,000, gunanya untuk
pelaksanaan-pelaksanaan program penyejahteraan karyawan anggotanya. Tidak mahal
kan? Tidak akan rugi ketika kita tahu apa saja keuntungan yang didapat.
Dalam Pasal 14, UU No. 21 tahun 2000 tentang
Serikat Buruh/Serikat Pekerja tertera bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh
menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu
perusahaan. Apabila seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan namanya
tercatat di lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan
harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang
dipilihnya.
Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya
dapat menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh (Pasal
16 UU No. 21 tahun 2000). Dan demikian pula sebuah federasi hanya dapat menjadi
anggota dari satu konfederasi. UU No. 21 tahun 2000.
Pekerja/buruh menurut UU No.21 tahun 2000 ialah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dari definisi tersebut terdapat dua unsur yaitu orang yang bekerja dan unsur
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal ini berbeda dengan definisi
tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat.
B. Sifat
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Serikat pekerja/serikat buruh bebas dalam
menentukan asas organisasinya tetapi tidak boleh menggunakan asas yang
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dikarenakan
Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai sifat antara lain :
- Bebas ialah sebagai organisasi
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak dibawah
pengaruh ataupun tekanan dari pihak manapun.
- Terbuka ialah dalam menerima
anggota ataupun dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh tidak
membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
- Mandiri ialah dalam mendirikan,
menjalankan dan juga mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuatan
sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.
- Demokratis ialah dalam
melakukan pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan dan
juga melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan
prinsip demokrasi.
- Bertanggung jawab ialah untuk
mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.
C. Tujuan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang
No.21 Tahun 2000, Serikat Pekerja /Buruh, federasi dan konfederasi Serikat
Pekerja/Buruh bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan
kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan
keluarganya.
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung
jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dalam melaksanakan hubungan industrial,
pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai
dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta
ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.
Secara luas
tujuan dari keberadaan serikat buruh/pekerja adalah :
- Mengisi cita – cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil secara materi dan spiritual, khususnya masyarakat pekerja
berdasarkan pancasila;
- Melindungi dan membela hak dan
kepentingan pekerja;
- Terlaksananya hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
- Terhimpun dan bersatunya kaum
pekerja di segala kelompok industrial barang dan jasa serta mewujudkan
rasa kesetiakawanan dan menumbuhkembangkan solidaritas diantara sesama
kaum pekerja;
- Terciptanya perluasan
kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan produktivitas;
- Terciptanya kehidupan dan
penghidupan pekerja Indonesia yang selaras, serasi dan seimbang menuju
terwujudnya tertib sosial, tertib hukum dan tertib demokrasi;
- Meningkatkan kesejahteraan
pekerja serta memperjuangkan perbaikan nasib, syarat –syarat kerja dan
kondisi serta penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Sedangkan menurut UU No.21 tahun 2000 mengenai
Serikat Buruh/Serikat
Pekerja, Fungsi serikat mencakup pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian perselisihan
industrial, mewakili pekerja di dewan atau lembaga yang terkait dengan urusan
perburuhan, serta membela hak dan kepentingan anggota serikat.
D. Perkembangan Serikat Buruh/Pekerja Di
Indonesia
Tanggal 1 Mei 1886 adalah merupakan puncak
demonstrasi di Kota Chicago Amerika Serikat dan merupakan simbol kemenangan
buruh sedunia diputuskan dalam Kongres International Labour Organisation (ILO)
pertama tahun 1889 di kota Paris Perancis. Maka setiap tanggal 1 Mei diseluruh
dunia diperingati sebagai Hari Buruh, tak terkecuali di Indonesia. Kegiatan -
kegiatan yang menyulut emosionalisasi kebersamaan dalam perjuangan pekerja
santer dikumandangkan, bahkan di Medan Sumatera Utara (Mei Day 2007) sebelum
hari peringatan sudah ada kegiatn serikat pekerja unjuk rasa damai menuntut
perbaikan kesejahteraan pekerja. Momentum Hari Buruh dimanfaatkan pekerja untuk
merepleksikan diri terhadap perjuangan dan cita – cita pekerja menuju kehidupan
yang lebih baik.
Organisasi buruh sedunia International Labour
organization (ILO) merupakan kanalisasi serikat pekerja antar bangsa yang
selalu menyuarakan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan buruh dijagat
raya ini.
Menurut DR. Susetiawan Organisasi
Buruh yang pertama berdiri di Indonesia berdiri pada tahun 1897 didirikan oleh
orang orang eropa dan secara eksklusif beranggotakan orang - orang Eropa.
Kemunculan organisasi ini lebih diinspirasikan oleh gerakan buruh di Nederland,
pada waktu itu disebabkan oleh kondisi - kondisi kerja yang kurang baik
dikalangan pekerja Eropa di Indonesia. Organisasi buruh pertama dengan nama
N.I.O.G (Ned Ind Onderw Genootschm) memiliki anggota para pegawai swasta Eropa.
Pribumi Indonesia yang memiliki pekerjaan -
pekerjaan terendah dalam hirarki kolonial, oleh karenanya tidak diizinkan untuk
menjadi anggota. Pada tahun 1908 Organisasi pertama buruh indonesia dengan
keanggotaan campuran antara orang eropa dan indonesia didirikan .Organisasi
tersebut bernama V.S.T.P (Vereeneging van Spoor en Tramweg Personeel) di Pimpin
oleh seorang Jawa yaitu Semaun. Setelah 1965, seluruh serikat pekerja/buruh di
Indonesia dipaksa bergabung dengan sebuah organisasi yang dipayungi pemerintah
dibawah nama Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).
Pada tanggal 20 februari 1973 lahirlah
deklarasi buruh seluruh indonesia yang naskahnya yang antara lain membentuk
organisasi bernama FBSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) sebagai
induk organisasi yang ditopang oleh 21 serikat pekerja buruh lapangan. Selanjutnya
Istilah Federasi dan buruh menurut Menteri Tenaga Kerja pada waktu itu Sudomo tidak
sesuai dengan hubungan industrial di Indonesia sebab mereferensi situasi
demoksrasi-demokrasi liberal, maka pada Tahun 1985 organisasi tersebut akhirnya
diberi nama baru menjadi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada era
reformasi SPSI berkembang menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(K. SPSI).
Menurut Drs.
Mardjono perkembangan Serikat Pekerja yang terdaftar di
Depnakertrans hingga Mei 2000 meliputi :
- Unit Kerja/Tingkat Perusahaan :
9.820 SP
- SP Tingkat Nasional BUMN : 44
SP
- Serikat Pekerja Tingkat
Nasional Swasta : 46 SP
- Federasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia : 23 Federasi
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No.
98 tahun 1984 dengan UU No. 18 tahun 1956, konvensi dimaksud mengandung dua
pokok penting yaitu Hak Berorganisasi dan Hak Berunding bahkan Pemerintah dan
DPR RI telah mengesahkan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh.
Organisasi Serikat Pekerja terbesar di
Indonesia adalah Konfederasi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (K. SPSI),
secara historis telah berumur berumur 35 tahun tepatnya tanggal 20 Februari
2008 yang sering disebut Hari Pekerja Indonesia (HAPERI ke - 35).
E. Organisasi
Serikat Pekerja/Buruh
Kemajuan Industrialisasi berdampak pada menanjaknya
kebutuhan Tenaga Kerja. Dengan semakin banyaknya penggunaan tenaga kerja maka
semakin banyak menimbulkan pemasalahan dan gesekan-gesekan yang akhirnya dapat
menimbulkan keresahan unjuk rasa dan pemogokan. Keberadaan organisasi SP
sangatlah penting karena dapat menjadi patner dengan pengusaha dalam rangka
memajukan usaha dan menciptakan iklim kondusif.
Oleh karenya pemerintah mengeluarkan suatu
peraturan perundang-undangan yang memberikan arah dan tujuan keberadaan SP/SB
dari hasil UU No. 18 tahunn 1956 yang telah meratifikasi Konvensi ILO No. 98
tahun 1949 tentang Hak Berserikat dan berunding bersama. Dan yang terakhir
dikeluarkan UU No. 21 tahun 2000 tentang SP/SB. Menurut Soedarjadi,
SH yang dimaksud Organisasi Serikat Pekerja dalam Konvensi ini,
antara lain :
- Pekerja harus mendapatkan
perlindungan terhadap Peraturan Perundang – Undangan dan tindakan yang
membatasi hak berserikat seperti :
1.
Mempekerjakan seseorang dengan syarat dia tidak
boleh menjadi anggota SP/SB atau harus melepaskan keanggotaannya dari SP; dan
2.
Diberhentikan dari pekerjaan karena anggota
atau mengikuti kegiatan SP.
- Pengusaha atau organisasi
pengusah tidak boleh mengintervensi SP dan kegiatannya,
- Pengusaha dan SP didorong untuk
secara sukarela berunding merumuskan kerjasama yang memuat kondisi kerja
yaitu hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha.
Sebagai wadah pekerja organisasi SP/SB yang
telah terbentuk dengan mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan,
pembelaan dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya serta mempunyai
peranan dan fungsi yang sangat strategis didalam pelaksanaan Hubungan
Industrial.
Macam-macam
Organisasi serikat pekerja :
- Serikat Pekerja. Setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja
dilingkungan perusahaan dengan anggota paling sedikit 10 (sepuluh )orang;
- Federasi Serikat Pekerja. Sekurang
- kurangnya 5 (lima) organisasi serikat pekerja dapat membentuk federasi
serikat pekerja.
- Konfederasi Serikat Pekerja. Hal ini
dapat dibentuk apabila ada 3 (tiga) atau lebih Federasi Serikat
Pekerja/Buruh bergabung untuk membentuknya.
Ketentuan dan
syarat-syarat anggota sebagai berikut :
- Serikat pekerja/buruh,
Federasi, Konfederasi harus terbuka dalam menerima anggota tanpa
membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin.
- Dalam hal persyaratan
keanggotaan diatur Angggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
- Seorang pekerja/buruh tidk
boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja disuatu perusahaan.
- Apabila tercatat lebih dari
satu, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat
pekerja yang dipilih.
F. Fungsi Serikat Buruh/Pekerja
Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak
asasi pekerja yang telah dijamin didalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dan
untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat
pekerja, dimana Serikat Pekerja/Serikat Buruh berfungsi sebagai sarana untuk
memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan juga meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dimana dalam menggunakan haknya tersebut
pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih
luas yaitu kepentingan Bangsa dan Negara oleh karena itu penggunaan hak
tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan.
Hak berserikat bagi pekerja/buruh sebagaimana
diatur dalam Konvensi International Labour Organization ( ILO ) Nomor 87
Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi dan
Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama.
Konvensi tentang hak berserikat bagi pekerja/buruh ini telah diratifikasi oleh
Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan nasional.
Fungsi Serikat
Pekerja/Serikat Buruh sering dikaitkan dengan keadaan hubungan
industrial. Hubungan industrial itu diartikan sebagai suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku didalam proses produksi barang atau jasa yang
meliputi pengusaha,pekerja, dan pemerintah.
Pengertian itu
memuat semua aspek yang ada didalam suatu hubungan kerja yang terdiri dari :
- Para pelaku : pekerja,
pengusaha, pemerintah;
- Kerja sama :
manajemen-karyawan;
- Perundingan bersama :
perjanjian kerja, kesepakatan kerja bersama, peraturan perusahaan;
- Kesejahteraan : upah, jaminan
sosial., pensiun, keselamatan dan kesehatan kerja, koperasi, pelatihan
kerja;
- Perselisihan industrial :
arbitrase, mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan, pemutusan hubungan
kerja.
Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dituangkan di
dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja . Fungsi berasal
dari kata function, yang artinya "something that performs a
function: or operation".
Fungsi dan
peran yang dapat dilakukan sebagai lembaga organisasi serikat buruh/pekerja
adalah sebagai berikut :
- Sebagai pihak dalam pembuatan
Perjanjian Kerja Bersama dan penyelesaian Perselisihan Industrial;
- Sebagai wakil pekerja buruh
dalam lembaga kerja bersama dibidang Ketenagakerjaan sasuai tingkatannya;
- Sebagai sarana menciptakan
Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
- Sebagai sarana penyalur
aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentiongan anggota; dan
- Sebagai perencana, pelaksanaan
dan penanggung jawab, pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan Peraturan
Perundangan-undangan yang berlaku.
- Sebagai wakil dari para
pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Fungsi serikat
buruh/pekerja secara khusus adalah :
- Sarana penyalur aspirasi dalam
memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja.
- Lembaga perunding mewakili
pekerja.
- Melindungi dan membela hak –
hak dan kepentingan kerja.
- Wadah pembinaan dan wahana
peningkatan pengetahuan pekerja.
- Wahana peningkatan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
- Wakil pekerja dalam
memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
- Wakil pekerja dalam lembaga –
lembaga ketenagakerjaan.
- Wakil untuk dan atas nama
anggota baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Fungsi dapat juga diartikan sebagai jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan; apabila ketua tidak ada maka wakil ketua akan
melakukan fungsi ketua; fungsi adalah kegunaan suatu hal; berfungsi artinya
berkedudukan, bertugas sebagai; menjalankan tugasnya.
Dengan demikian fungsi Serikat Buruh/Serikat
Pekerja dapat diartikan sebagai jabatan, kegunaan, kedudukan dari Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
F. Peranan
Serikat Buruh/Pekerja
Peranan dari
serikat buruh/pekerja adalah :
- Serikat pekerja mempunyai
fungsi Kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan aspirasi, saran, pandangan,
keluhan bahkan tuntutan masing – masing pekerja kepada pengusaha dan
sebaliknya, serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang lebih
efektif dari pengusaha kepada para pekerja;
- Dengan memanfaatkan jalur dan
mekanisme serikat pekerja, pengusaha dapat menghemat waktu yang cukup
besar menangani masalah – masalah ketenagakerjaan, dalam mengakomodasikan
saran – saran mereka serta untuk membina para pekerja maupun dalam
memberikan perintah – perintah, daripada melakukannya secara individu
terhadap setiap pekerja;
- Penyampaian saran dari pekerja
kepada pimpinan perusahaan dan perintah dari pimpinan kepada para pekerja,
akan lebih efektif melalui serikat pekerja, karena serikat pekerja sendiri
dapat menseleksi jenis tuntutan yang realistis dan logis serta
menyampaikan tuntutan tersebut dalam bahasa yang dapat dimengerti dan diterima
oleh direksi dan perusahaan;
- Dalam manajemen modern yang
menekankan pendekatan hubungan antar manusia ( Human Approach ), diakui
bahwa hubungan nonformal dan semiformal lebih efektif atau sangat
diperlukan untuk mendukung daripada hubungan formal. Dalam hal ini serikat
pekerja dapat dimanfaatkan oleh pengusaha sebagai jalur hubungan semi
formal;
- Serikat pekerja yang berfungsi
dengan baik, akan menghindari masuknya anasir – anasir luar yang dapat
mengganggu kelancaran proses produksi dan ketenagakerjaan, jika di suatu
perusahaan tidak ada PUK SPSI atau bila PUK SPSI tidak berfungsi dengan
baik, maka anasir luar dengan dalih memperjuangkan kepentingan pekerja
akan mudah masuk mencampuri masalah intern perusahaan. Pengalaman selama
ini menunjukkan bahwa campur tangan LSM, LBH dan pihak luar lainnya ke
perusahaan lebih banyak menambah rumitnya persoalan daripada mempercepat
penyelesaian masalah;
- Mewakili pekerja pada Lembaga
Tripartit dan Dewan Pengupahan pada Lembaga Departemen Tenaga Kerja sesuai
tingkatan;
G. Hak Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
Berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk
berorganisasi dan untuk berunding bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia
menjadi bagian dari Peraturan PerUndang-Undangan Nasional yakni Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dimana Pekerja merupakan mitra
kerja Pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam meningkatkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta menjamin kelangsungan perusahaan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Hak untuk
menjadi anggota dari Serikat
Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi dari pekerja/buruh
yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28. Hak dari Serikat
Buruh/Pekerja yang telah mempunyai Nomor Bukti Pencatatan yang syah antara lain
:
- Membuat perjanjian kerja
bersama dengan pengusaha;
- Mewakili pekerja dalam
menyelesaikan perselisihan industrial;
- Mewakili pekerja dalam lembaga
ketenagakerjaan;
- Membentuk lembaga atau
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan
pekerja; dan
- Melakukan kegiatan lainnya di
bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
H. Kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung
jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Sesuai dengan
Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dalam
melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan
keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Sedangkan
kewajiban dari Serikat Pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan
ialah :
- Melindungi dan membela anggota
dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
- Memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan anggota dan keluarganya;
- Mempertanggung-jawabkan
kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangganya.
Pekerja juga
mempunyai kewajiban yang berkaitan dengan keuangan dan harta kekayaannya.
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja haruslah terpisah dari keuangan dan
harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya. Keuangan serikat pekerja
bersumber dari :
- Iuran anggota yang besarnya
ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga;
- Hasil usaha yang sah; dan
- Bantuan anggota atau pihak lain
yang tidak mengikat.
Apabila
pengurus serikat pekerja menerima bantuan dari pihak luar negeri, maka mereka
wajib untuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang
bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan. Bila serikat pekerja tidak memberitahukan
kepada instansi pemerintah yang berwenang tersebut, maka dapat dikenakan sanksi
administrasi pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja dan hal ini
berarti bahwa serikat pekerja tersebut kehilangan haknya sebagai serikat
pekerja (Pasal 24 UU No.21 Tahun 2000).
I. Perlindungan Terhadap Serikat Pekerja
Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau
memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan
atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara :
- Melakukan pemutusan hubungan kerja;
- Memberhentikan sementara
- Menurunkan jabatan atau melakukan mutasi;
- Tidak membayar atau mengurangi upah
pekerja;
- Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
dan
- Melakukan kampanye anti pembentukan
serikat pekerja (Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000).
Sanksi hukum atas pelanggaranPasal 28 tersebut
di atas yang merupakan tindak pidana kejahatan, dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 100.000.000.- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 43 UU No.21 Tahun 2000).
Pengusaha harus
memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja untuk
menjalankan kegiatan serikat pekerja dalam jam kerja yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.
Memberikan kesempatan adalah membebaskan
pengurus dan anggota serikat pekerja dalam beberapa waktu tertentu dari tugas
pokoknya sebagai pekerja sehingga dapat melaksanakan kegiatan serikat pekerja.
Dalam
kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama harus diatur
mengenai :
- Jenis kegiatan yang diberikan
kesempatan.
- Tata cara pemberian kesempatan.
- Pemberian kesempatan yang
mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
2.1.2
Organisasi Pengusaha
A. Pengertian
Organisasi Pengusaha
Seiring dengan meningkatnya isu di bidang perburuhan,
layaknya para pekerja yang berkumpul dan membentuk serikat buruh/pekerja, para
pengusaha juga membuat satu wadah yaitu Organisasi Pengusaha. Organisasi/Asosiasi
Pengusaha ini dibentuk untuk menjadi forum komunikasi dan bertukar pikiran
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang hubungan
industrial dan buruh.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1987, Organisasi Pengusaha adalah wadah persatuan dan
kesatuan bagi pengusaha Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan
tujuan, aspirasi, strata kepengurusan, atau ciri-ciri alamiah tertentu. Selain
itu Organisasi Perusahaan juga diartikan sebagai wadah persatuan dan kesatuan
bagi perusahaan Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan jenis
usaha, mata dagangan, atau jasa yang dihasilkan ataupun yang diperdagangkan.
Di
Indonesia, terdapat beberapa organisasi pengusaha yang dijadikan sebagai wadah
persatuan dan kesatuan bagi pengusaha Indonesia, salah satu yang terbesar adalah
Asosiasi Pengusaha Indonesia yang akrab kita dengar dengan APINDO. Asosiasi
Pengusaha adalah lembaga yang dibentuk untuk mengatur dan memajukan kepentingan
kolektif dari pengusaha. Mengingat bahwa jangkauan dan isi dari kepentingan
kolektif tersebut bervariasi antara satu negara dan negara lain, struktur
keanggotaan dasar dan fungsi organisasi pengusaha pun menjadi sangat berbeda
antar negara.
B.
Fungsi Asosiasi Pengusaha Indonesia
APINDO berusaha
menjembatani perbedaan itu dengan memelopori terjadinya kesepakatan bipartit
antara pekerja dan pengusaha. Asosiasi Pengusaha memenuhi berbagai fungsi
diberbagai bidang dan sektor diantaranya :
1. Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik
Menciptakan suasana
hubungan industrial yang kondusif antara pengusaha, pemerintah dan pekerja/
buruh dengan melakukan upaya-upaya pembinaan, pembelaan, dan pemberdayaan
terhadap pengusaha di bidang hubungan industrial baik di tingkat internasional,
nasional, regional dan di tingkat perusahaan serta di tingkat Pengadilan
Hubungan Industrial.
2. Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial
Mendorong pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan daya saing pelaku usaha Indonesia serta menciptakan
seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
3. Bidang Hubungan Internasional
Menciptakan kerjasama
internasional yang mendukung iklim usaha yang kondusif di Indonesia dengan cara
meningkatkan jejaring dan kerjasama internasional dan merepresentasikan dunia
usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan internasional.
4. Bidang Informasi dan Pelayanan
Anggota
Pusat pelayanan baik
individual anggota maupun perusahaan secara umum dalam hal ketenagakerjaan dan
hubungan industrial. Di samping itu, visi bidang informasi dan pelayanan
Anggota APINDO merupakan sebuah bagian integral dan tak terpisahkan dari
keseluruhan visi organisasi APINDO. Membangun hubungan industrial yang lebih
baik ditingkat perusahaan. Menjadi sebuah pusat pengembangan hubungan
industrial yang harmonis ditingkat nasional perlu diterjemahkan lebih lanjut ke
tingkatan yang paling rendah yaitu ditingkat perusahaan.
5.Bidang Organisasi & Pemberdayaan
Daerah
Meningkatkan kinerja
organisasi APINDO diseluruh tingkatan mulai dari nasional, propinsi hingga
kabupaten/kota dengan memelihara dan mempertahankan kesinambungan peranan
APINDO dalam rangka menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis dan iklim
usaha yang kondusif.
6. Bidang UKM, Perempuan Pengusaha
Pekerja, gender dan Sosial
Menciptakan iklim
usaha yang baik dan inovatif bagi UKM dengan cara meningkatkan kemampuan
wirausaha UKM khususnya perempuan pengusaha sehingga dapat mengembangkan dan
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan profesionalisme dan kemampuan
bersaing.
C. Sejarah Asosiasi Pengusaha Indonesia
Terlahir pada 31 Januari 1952, Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) awalnya berdiri dengan nama Badan Permusyawaratan Urusan
Sosial Seluruh Indonesia. Pasca perjuangan kemerdekaan usai, pembangunan di
segala bidang mulai menjadi perhatian, salah satunya pada bidang sosial
ekonomi. Bidang ini pula yang merupakan hal baru di dunia usaha.
Seiring dengan meningkatnya isu di bidang perburuhan
dan hubungan industrial, para majikan mempertimbangkan pentingnya satu wadah
yang mampu menjadi forum komunikasi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang hubungan industrial dan buruh.
kepentingan pemerintah dan para majikan. Dalam lingkup yang lebih luas, forum
tersebut bisa menyuarakan aspirasi para majikan kepada pemerintah maupun
organisasi lain, baik di dalam dan luar negeri, yang terkait dalam dunia
hubungan industrial dan perburuhan.
Forum ini mengalami beberapa kali perubahan nama,
hingga pada 31 Januari 1952, tercetus Badan Permusyawaratan Sosial Ekonomi
Pengusaha Seluruh Indonesia (PUSPI). Sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman,
PUSPI kembali berubah nama menjadi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
melalui Musyawarah Nasional (Munas) APINDO II di Surabaya, tahun 1985.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan
liberalisasi perdagangan yang membawa pengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat
dunia, kompetisi efisiensi, produktivitas, dan jejaring menjadi kata kunci
keberhasilan negara-negara dalam menghadapi perubahan global tersebut.
Sebaliknya, perekonomian negara yang tidak dikelola secara efisien dan efektif
tidak akan mampu berkompetisi sehingga akan tertinggal dalam perubahan global.
Sementara itu, krisis multidimensi sangat
mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Tingginya angka korupsi, kolusi,
dan nepotisme, birokrasi yang tidak efisien, peraturan yang tidak konsisten dan
rendahnya produktivitas serta maraknya tuntutan buruh, menyebabkan ekonomi
biaya tinggi yang pada akhirnya mendorong terjadinya pelarian modal secara
besar-besaran.
Konsekuensi dari kondisi seperti ini adalah
meningkatnya pengangguran dan tingginya angka kemiskinan. Salah satu upaya
untuk penanganan tekanan berat terhadap perekonomian nasional adalah membangun
hubungan industrial yang sehat, aman, dan harmonis. Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) merupakan sarana perjuangan dunia usaha untuk merealisasikan
hubungan industrial yang harmonis, dan berkesinambungan.
2.2
Kerjasama
Pengusaha, Serikat Pekerja, Dan Pemerintah
1. Penanganan Perselisihan
Hubungan Industrial menurut UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Di luar Pengadilan
Dengan
diberlakukannya Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, maka fungsi Panitia Perantara sebagai media
Tripartit untuk melakukan musyawarah dan P4D/P sebagai lembaga yang sah untuk
memberikan penetapan terhadap PHK dihapuskan. Dengan dihapuskannya lembaga
tersebut di atas maka penyelesaian Perselisihan akan dilakukan dengan
langkah-langkah Penyelesaian di luar Pengadilan (Bipartit, Mediasi, Konsiliasi,
Lembaga Arbitrase) dan penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan (Pengadilan
Hubungan Industrial/Lembaga PPHI).
Peran
Pemerintah menjadi salah satu kunci penting di dalam banyak hal yang
berhubungan dengan Perselisihan Hubungan Industrial. Banyak cara untuk
menyelesaikan perselisihan tetapi secara teoritisada tiga kemungkinan untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yaitu melalui perundingan.
Secara garis besar, tekhnis penanganan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor
12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan
Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan
Pemerantaraan. Menyerahkan kepada juru/dewan pemisah, dan menyerahkan kepada
pegawai perburuhan untuk diperantarai.
Dalam
Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial bentuk-bentuk obyek perselisihan dibagi atas:
a.
Perselisihan
hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak Akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau Perjanjian
Kerja Bersama.
b.
Perselisihan
Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja Karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat
kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
c.
Perselisihan
pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena Tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak.
d.
Perselisihan
antar Serikat Pekerja yang dalam satu perusahaan.
Berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 2 yahun 2004, maka prosedur penyelesaian hubungan
industrial ditempuh dalam empat tahap antara lain:
a.
Bipartit
Pengertian
bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses
perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi
perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran
Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004.
Tujuan dilakukannya penyelesaian dengan cara Bipartit adalah agar
penyelesaian perselisihan terhadap Karyawan yang
telah melakukan pelanggaran
dapat di selesaikan secara Kekeluargaan dan dapat menghasilkan penyelesaian
yang saling menguntungkan.
b.
Mediasi
Lingkup
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi meliputi empat
jenis perselisihan yakni, perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu
perusahaan (Pasal 1 angka 11 undang-undang nomor 2 tahun 2004).Mediator disini
adalah pengganti institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai Mediator yang ditetapkan
oleh menteri untuk bertugas melalui mediasi.
c.
Konsiliasi
Penyelesaian
melalui konsiliasi, dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berselisih yang dibuat secara tertulis
untuk diselesaikan oleh Konsiliator dari daftar nama Konsiliator yang dipanggil
dan diumumkan pada kantor Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga kerjaan setempat. Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi meliputi tiga jenis perselisihan yakni
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara
pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (Pasal 1 angka 13 Undang-undang
Nomor 12 tahun 2004),
d.
Arbitrase
Arbitrase
Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Arbitrase adalah Lembaga Arbitrase
yang digunakan oleh Para Pihak untuk penyelesaian suatu perselisihan kepentingan
di luar Pengadilan Hubungan Industrial.Pemilihan mekanisme Arbitrasi
dilakukan melalui kesepakatan tertulis
pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada
Lembaga Arbitrase yang mana putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.Arbiter
yang dimaksud disini adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak
yang berselisih dari daftar Arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk
memberikan keputusan mengenai perselisihan kepentingan.
1. Penanganan Perselisihan
Hubungan Industrial Pengadilan
Dalam hal
tidak tercapai penyelesaian melalui Bipartit, Mediasi, konsiliasi atau
Arbitrase, maka salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan
kepada pengadilan hubungan industrial. Pengadilan yang dimaksud adalah
Pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang
memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perselisihan Hubungan
Industrial melalui Pengadilan
Hubungan Industrial
Penggugat harus melampirkan
risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi, oleh karena
apabila gugatan tidak dilampiri risalah tersebut, Hakim wajib mengembalikan gugatan kepada Penggugat.
Dari ketentuan tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa penyelesaian perselisihan
Hubungan Industrial diluar pengadilan sifatnya adalah wajib.Yang perlu diingat
bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh
sebagai alternatif terakhir, dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban
bagi para pihak yang berselisih, tetapi merupakan hak. Tidak jarang ditemui
adanya aparat atau sebagian pihak yang salah presepsi terhadap hal ini. Jadi,
mengajukan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial
hanya merupakan hak para pihak, bukan kewajiban (periksa Pasal 5, 14 dan 24 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).
2.3 Kesepakatan
Kerja Bersama
Kesepakatan
Kerja Bersama (KKB)merupakan pedoman kerja sama antara pekerja dan perusahaan
dimana KKB akan membantu kedua belah pihak menyelesaikan masalah/perselisihan
dalam kerja.
Di dalam segala
aktifitas pekerjaan sebuah perusahaan, sering kali muncul perselisihan yang
terjadi antara karyawan dengan pimpinan perusahaan. Sebagai contoh masalah-masalah yang kerap
menjadi isu adalah: Isu jam kerja (lembur, pengaturan shift), absensi, kenaikan
pangkat, upah kerja, pemberhentian kerja dan masih banyak isu lainnya.
Untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang muncul, dibuatlah sebuah pedoman khusus
yang mengatur secara jelas mengenai hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan
yang lebih kita kenal dengan nama Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Istilah
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang
No.21 Tahun 2000. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) digunakan untuk
menggantikan istilah sebelumnya yaitu Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),
dikarenakan pembuat undang-undang berpendapat bahwa pengertian dari Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) sama dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
2.3.1 Pengertian
Perjanjian Kerja Bersama
Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan
Pasal 1 angka 21 UU No. 13 Tahun 2003, adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.
Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di
dalam perjanjian kerja bersama terkandung hal-hal yang sifatnya obligator
(memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak yg mengadakan perjanjian), dan
hal-hal yg bersifat normatif (mengenai peraturan perundang-undangan).
Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja
bersama dimungkinkan untuk memuat kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan
dari pihak-pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat vertikal (pengaturan yg
berasal dari pihak yg lebih tinggi tingkatannya), dan kaedah yg bersifat
diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg tidak langsung terlibat dalam
hubungan kerja).
2.3.2 Syarat-syarat
Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
a. Didalam
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama haruslah berdasarkan filosofi yang
terkandung dalam hubungan industrial yang berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila yaitu musyawarah untuk mufakat. Perjanjian Kerja Bersama pada
dasarnya merupakan suatu cara dalam rangka mengembangkan partisipasi pekerja
untuk ikut andil dalam menentukan pengaturan syarat kerja dalam pelaksanaan
hubungan kerja, sehingga dengan adanya partisipasi tersebut diharapkan timbul
suatu sikap ataupun rasa memiliki dan juga rasa tanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup perusahaan.
b. Perjanjian
kerja bersama dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang telah
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha atau beberapa pengusaha.
c. Dalam
satu (1) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang
berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila
perusahaan itu memiliki cabang, maka dibuatlah perjanjian kerja bersama induk
yang akan diberlakukan di semua cabang perusahaan tersebut. Lalu dapat dibuat
juga perjanjian kerja bersama turunan yang akan berlaku di masing-masing cabang
perusahaan.
d. Perjanjian
kerja bersama induk itu memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi
seluruh cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan itu memuat
pelaksanaan dari perjanjian kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi
cabang perusahaan masing-masing. Apabila perjanjian kerja bersama induk telah
berlaku namun perjanjian kerja bersama turunan di cabang perusahaan belum
disepakati maka perjanjian kerja bersama induk tetap akan berlaku.
e. Pihak
perusahaan haruslah melayani permintaan secara tertulis untuk merundingkan
perjanjian kerja bersama dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat
berdasarkan Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh dan peraturan pelaksanaannya.
f. Perjanjian
Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan
menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak
menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah
dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang
telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
g. Masa
berlaku PKB paling lama 2 tahun dan PKB dapat diperpanjang masa berlakunya
paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis.
2.3.3 Manfaat
Dibentuknya Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu sarana
dalam rangka pelaksanaan hubungan industrial yang serasi, aman, mantap dan
dinamis berdasarkan Pancasila, sehingga mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Adanya
kepastian hak dan kewajiban yang membuat terciptanya suatu kepastian hukum
tentang hak dan kewajiban yang berhubungan dengan hubungan kerja antara pekerja
dengan perusahaan.
b. Perjanjian
Kerja Bersama memberikan kepastian terlaksananya syarat syarat kerja di
perusahaan.
c. Perjanjian
Kerja Bersama dapat menghindarkan berbagai kemungkinan kesewenang-wenangan dan
tindakan merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain dalam hal
pelaksanaan hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
d. Menciptakan
suasana dan semangat kerja yang harmonis dinamis ,bagi para pihak dalam
hubungan kerja. Serta dapat membantu meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi
timbulnya perselisihan.
2.4
Pengaturan Hak Dan Kewajiban Secara
Makro Dan Mikro
2.4.1 Pengaturan Hak Dan Kewajiban Secara Makro
Pengaturan hak dan
kewajiban secara makro berarti pengaturan ini menyangkut materi yang sifatnya
umum saja. Dengan demikian pengaturan ini berlaku bagi semua perusahaan satu
dengan yang lain. Karena sifatnya umum, maka pengaturan ini sudah tertuang
dalam undang-undang.
Dalam situasi di
mana penawaran tenaga kerja jauh lebih besar dibanding permintaannya, kekuatan
tawar-menawardari tenaga kerja menjadi rendah. Beberapa tenaga kerja bersedia
bekerja di bawah upah minimum propinsi (UMP) bekerja dengan melebihi jam kerja
melebihi standar tanpa adanya uang lembur, atau bekerja dengan risiko
kecelakaan yang tinggi tanpa perlindungan yang memadai.
Dari
fenomena-fenomena ketenagakerjaan nasional seperti digambarkan diatas, maka
dari tahun ke tahun telah terjadi perkembangan perundang-undangan yang
mempengaruhi tanggung jawab manajer. Intervensi hukum/undang-undang saat ini
mempengaruhi semua aspek hubungan industrial.
1.
Penarikan Tenaga Kerja
Penarikan Tenaga
Kerja adalah suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mendapatkan tambahan pegawai yang melalui tahapan yang mencakup identifikasi
dan evaluasi sumber-sumber penarikan pegawai, menentukan kebutuhan pegawai yang
diperlukan perusahaan, proses seleksi, penempatan, dan orientasi pegawai.
a.
Sumber-sumber
Penarikan Tenaga Kerja
1)
Sumber dari dalam
perusahaan
- Promosi
jabatan, yaitu pemindahan pegawai dari satu jabatan tingkat yang
lebih tinggi daripada jabatan sebelumnya.
- Transfer atau rotasi pekerjaan, yaitu pemindahan
bidang pekerjaan pegawai kepada bidang pekerjaan lainnya tanpa mengubah
tingkat jabatannya.
- Demosi jabatan, yaitu penurunan jabatan pegawai dari
satu jabatan tingkat jabatan yang lebih rendah atas dasar kondite dan
prestasi kerjanya, atau akibat terjadinya penyederhanaan struktur
organisasi.
2)
Sumber dari luar
perusahaan
·
Iklan media massa
·
Lembaga Pendidikan
·
Depnaker
·
Lamaran Kerja yang
sudah masuk di Perusahaan
b.
Seleksi Calon
Pegawai
Andrew E. Sikula
(1981:185) mengumakakan bahwa
penyeleksian adalah pemilihan. Menyeleksi merupakan suatu pengumpulan dari
suatu pilihan. Proses seleksi melibatkan pilihan dari berbagai objek dengan
mengutamakan beberapa objek saja yang dipilih. Dalam kepegawaian, seleksi lebih
secara khusus mengambil keputusan dengan membatasi jumlah pegawai yang dapat
dikontrak kerjakan dari pilihan sekelompok calon-calon pegawai yang berpotensi.
1)
Teknik-Teknik
Seleksi
a.
Tes pengetahuan
akademik
Tes pengetahuan
akademik bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pengetahuan
akademik calon pegawai. Materi tes yang diberikan harus disesuaikan dengan
bidang pendidikan dan tingkat pendidikan calon pegawai. Disamping itu pula
diberikan materi tes yang berhubungan dengan bidang pekerjaaan yang ditawarkan
kepadanya.
b.
Tes Psikologis
Tes psikologis ini
diberikan oleh ahli psikologi (psikolog). Tes psikologis mengungkap kemampuan
potensial dan kemampuan nyata calon pegawai. Disamping itu pula dapat diungkap
minat, bakat, motivasi, emosi, kepribadian, dan kemampuan khusus lainnya yang
ada pada calon pegawai.
c.
Wawancara
Wawancara adalah
pertemuan antara dua orang atau lebih secara berhadapan (face to face) dalam
rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Wawancara seleksi merupakan salah satu
teknik seleksi pegawai yang dilakukan dengan cara tanya jawab langsung untuk
mengetahui data pribadi calon pegawai.
2.
Pengupahan
Menurut pasal 1
ayat (30) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketetnagakerjaan, upah adalah
hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundangan yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atau suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
a.
Komponen Upah
Komponen upah terdiri dari :
a.
Upah pokok, yaitu
imbalan dasar yang dibayar kepada pekerja/buruh menurut tingkat atau jenis
pekerja yang besarnya ditetapkan berdasakan kesepakatan.
b.
Tunjangan tetap,
yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan
secara tetap untuk pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan
waktu yang sama dengan upah pokok seperti tunjangan istri, tunjangan anak,
tunjangan jabatan dan lain-lain.
c.
Tunjangan tidak
tetap, yaitu suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan pekerja/buruh yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja
dan keluarganya serrta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan
waktu pembayaran upah pokok seperti tunjangan transpor, tunjangan makan dan
lain-lain.
d.
Fasilitas, yaitu
kenikmatan dalam bentuk nyata yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal
khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh seperti fasilitas
kendaraan, sarana ibadah, koperasi, kantin dan lain-lain.
e.
Bonus, yaitu
pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena
pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal
atau karena peningkatan produktivitas.
f.
Tunjangan Hari Raya
(THR), gratifikasi, dan pembagian keuntungan lainnya.
3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja
menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau
kerugian di tempat kerja, Risiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, katakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan
dan pendengaran. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas
dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan
kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang
dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Hal-hal mengenai
Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 dan
No. 23 Tahun 1992.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut.
a.
Untuk agar setiap
pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
b.
Untuk agar setiap perlengkapan
dan pralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, seefektif mungkin.
c.
Untuk agar semua
hasil produksi dipelihara keamanannya.
d.
Untuk agar adanya
jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e.
Untuk agar
meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f.
Untuk agar
terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g.
Untuk agar setiap
pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
h.
Untuk ikut
berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4.
Pemberhentian Pegawai (PHK)
Pemberhentian
Pegawai adalah pemutusan hubungan kerja, baik untuk sementara maupun untuk
selamanya yang dilakukan oleh perusahaasn atas permintaan pegawai atau karena
kehendak pihak perusahaan.
Adapun
tujuan dari pemberhentian pegawai adalah untuk mempertahankan efektivitas dan
efisiensi perusahaan.
2.
Bentuk-bentuk Pemberhentian Pegawai
a.
Pensiun.
b.
Karena pelanggaran
Disiplin.
c.
Karena
ketidakmampuan pegawai yang bersangkutan.
d.
Pemberhentian
Sementara.
e.
Karena pelanggaran,
penyelewengan, dan tindak pidana.
2.4.2 Pengaturan Hak Dan
Kewajiban Secara Mikro
Pengaturan yang bersifat mikro
berlaku khusus bagi individu tertentu atau pada perusahaan tertentu. Pengaturan
hak dan kewajiban yang bersifat mikro dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian perburuhan.
1. Perjanjian
Kerja
Perjanjian kerja adalah perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja tidak
mensyaratkan bentuk tertentu, bisa dibuat secara tertulis yag ditandatangani
kedua belah pihak atau dilakukan secara lisan. Dalam hal perjanjian kerja
dibuat tertulis, maka harus dibuat sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Misalnya perjanjian kerja waktu tertentu, anta kerja antar daerah, antar kerja
antar negara, dan perjanjian kerja di laut. Biaya yang diperlukan dalam
pembuatan perjanjian kerja menjadi tanggung jawab pengusaha.
2. Peraturan
Perusahaan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Per02/Men/1978 yang dimaksud dengan peraturan
perusahaan adalah suatu peaturan yang dibuat secara tertulis yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Perbedaannya dengan perjanjian kerja yaitu dalam peraturan perusahaan terdapat
tata tertib perusahaan, selain itu syarat-syarat kerjanya yang dibuat lebih
lengkap.
a. Penyusunan
peraturan perusahaan
Peraturan perusahaan biasanya
dibuat atau disusun oleh pihak pengusaha, kemudian diberlakukan untuk
karyawannya. Namun demikian akan lebih baik apabila dalam proses penyusunan
peraturan perusahaan tersebut pengusaha atau manajer mengadakan
konsultasi atau partisipasi dengan pekerja dan pihak kantor Departemen Tenaga
Kerja setempat. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan KoperasiPer-02/Men/1978 ayat 2.
Diadakan komsultasi dengan pihak
pekerja dimaksudkan karena pihak pekerja yang akan terkena langsung dengan
peraturan perusahaan tersebut. Dengan adanya partisipasi atau konsultasi dengan
pihak pekerja, maka pihak pengusaha akan dapat mengetahui terlebih dahulu
bagaimana reaksi pekerja terhadap peraturan yang akan dikenakan kepadanya.
Selain itu, dari sisi pengusaha dapat menjelaskan latar belakang atau alasan
mengapa peraturan tersebut diadakan.
Sedangkan konsultasi dengan pihak
kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dimaksudkan bahwa peraturan yang dibuat
tidak melanggar atau bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Pengesahan
peraturan perusahaan
Setelah penyusunan peraturan
perusahaan selesai, sebelum berlaku harus dimintakan pengesahan dari kantor
departemen tenaga kerja setempat. Tujuan dari permohonan pengesahan peraturan
perusahaan yaitu:
1)
untuk mencegah agar di dalam peraturan
perusahaan tidak tercantum ketentuan yang bertentangan dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
2)
untuk mengusahakan perbaikan dan
peningkatan syarat-syarat kerja yang dicantumkan dalam peraturan perusahaan
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada.
c. Masa
Berlakunya Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan yang telah
mendapat pengesahan dari departemen tenaga kerja tersebut mempunyai masa
efektif berlaku dan mempunyai masa berlaku. Masa berlaku peraturan perusahaan
paling lam dua tahun. Jika peraturan perusahaan sudah berakhir masa berlakunya,
maka peraturan perusahaan tersebut masih tetap berlaku sampai disahkannya
peraturan perusahaan yang baru atau sampai ditandatanganinya peraturan perburuhan.
Dalam pengertian ini peraturan perusahaan tidak dapat diperpanjang, hanya masih
berlaku saja.
Apabila peraturan perusahaan yang
lama akan diadakan perubahan-perubahan, maka peraturan perusahaan yang baru
tersebut harus sudah diajukan untuk dimintakan pengesahan selambat-lambatnya
tiga bulan sebelum berakhirnya peraturan perusahaan. Apabila dalam perusahaan
sudah dibuat perjanjian perburuhan, maka peraturan perusahaan sudah tidak
berlaku lagi, meskipun belum berakhir masa berlakunya.
3. Perjanjian Perburuhan/Perjanjian Kerja
Bersama
Pengertian perjanjian
perburuhan menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 perjanjian
perburuhan merupakan perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja yang
telah didaftarkan pada Kementrian Perburuhan (sekarang Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi) dengan majikan, majikan-majikan, atau perkumpulan majikan
yang berbadan hukum, yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat
kerja yang harus diperhatikan di dalam perjanjian kerja.
Perjanjian perburuhan juga disebut
dengan istilah Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), hal ini dapat dilihat dari
pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Per-01/Men/1985 yang menyatakan bahwa
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah perjanjian perburuan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang nomor 21 tahun 1954. Dalam prakteknya kesepakatan
kerja bersama ini disebut dengan perjanjian kerja bersama (PKB).
Karena memuat syarat-syarat kerja
yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian kerja, maka perjanjian perburuhan
merupakan induk dari perjanjian kerja. Karena sebagai induk dari perjanjian
kerja, apabila ada pertentangan antara perjanjian kerja dan perjanjian induk,
maka yang berlaku atau yang dianggap sah adalah perjanjian perburuhan. Hal-hal
yang dianggap tidak sah dapat diajukan oleh masing-masing pihak yang terlibat
dalam perjanjian perburuhan, yakni oleh serikat pekerja ataupun oleh pengusaha.
Apabila dalam perjanjian kerja
tidak memuat aturan-aturan atau syarat-syarat kerja yang ditetapkan di dalam
perjanjian perburuhan, maka berlaku aturan atau syarat-syarat kerja dalam
perjanjian perburuhan itu. Namun sebaliknya, apabila dalam perjanjian kerja
memuat aturan dan syarat-syarat kerja tertentu, yang dalam perjanjian
perburuhan tidak ada, maka aturan dan syarat yang ada dalam perjanjian kerja
itu batal atau tidak berlaku lagi.
a. Isi
perjanjian perburuhan
Kalau ditinjau dari fungsinya
sebagai induk dari perjanjian kerja, maka perjanjian perburuhan ini pada
umumnya mempunyai cakupan atau isi yang lebih luas dibanding perjanjian kerja.
Secara umum isi perjanjian perburuhan akan menyangkut dua hal, yaitu
syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formiil.
1) Syarat
materiil
Dalam perjanjian dikenal adanya
asas kebebasan berkontrak, artinya bahwa para pihakbebas menentukan isi dari
perjanjian. Dalam perjanjian peburuhan adanya asas kebebasan berkontrak
dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 yang
berbunyi: suatu perjanjian perburuhan tidak ada gunanya dan tidak pada
tempatnya jika segala sesuatu ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintah saja.
Namun demikian asas kebebasan berkontrak dalam
membuat perjanjian perburuhan dibatasi dengan syarat-syarat materiil sebagai
berikut:
a)
Hanya di dalam lingkungan yang oleh
pemerintah dianggap layak. Berarti tidak semua tempat kerja dapat membuat
perjanjian perburuhan.
b)
Tidak boleh memuat suatu aturan
yang mewajibkan seorang pengusaha hanya menerima atau menolak pekerja atau
mewajibkan pekerja hanya bekerja atau tidak bekerja pada pengusaha
dari suatu golongan, baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau
bangsa, maupun karena kenyakinan politik atau anggota suatu
perkumpulan. Hal ini untuk menghindari timbulnya monopolistic baik oleh pekerja
ataupun pengusaha.
c)
Tidak boleh memuat aturan-aturan yang
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
2) Syarat formil
Syarat-syarat formiil perjanjian
perburuhan diatur dalam peraturan pemerintah nomor 49 tahun 1954 sebagai
berikut:
a)
perjanjian perburuhan harus dibuat dalam
bentuk tertulis, dapat berwujud akta resmi (disahkan oleh pejabat resmi) atau
akta di bawah tangan (hanya ditandatangani oleh pekerja dan pengusaha saja).
b)
Perjanjian perburuhan harus memuat:
·
Nama, tempat kedudukan, serta alamat
serikat pekerja
·
Nama, tempat kedudukan, serta alamat
pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang berbadan hukum
·
Nomor dan tanggal pendaftaran serikat
pekerja pada departemen tenaga kerja
c)
Perjanjian perburuhan harus dibubuhi
tanggal dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berbentuk serikat atau
perkumpulan, penandatanganan dilakukan oleh pengurus yang ada di anggaran dasar
yang diberi wewenang untuk itu.
d) Perjanjian
perburuhan harus dibuat sekurang-kurangnya rangkap tiga, satu untuk bekerja
yang bersangkutan, satu untuk pengusaha, dan satu untuk departemen tenaga
kerja, yang diserahkan bersamaan dengan pendaftaran di departemen tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Serikat
pekerja yaitu organisasi yang dibentuk dari,oleh,dan untuk pekerja atau buruh
baik di perusahaan maupun diluar perusahan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja atau buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluargannya. Bukan hanya memperjuangkan
serta melindungi hak para pekerja saja, serikat bekerja juga berfungsi sebagai
jembatan antara perusahaan dan pekerja, serta tugas serikat pekerja juga
menjaga hubungan yang baik antara serikat pekerja dengan perusahaan atau antara
pekerja dengan perusahaan. oleh sebab itu dengan adanya serikat pekerja, dapat
membantu pekerja untuk mendapatkan haknya sehingga kesejahteraan pekerja dan
keluarganya pun terjamin. Bukan hanya pekerja saja yang mendapatkan
kesejahteraan, kesejahteraan dan kelangsungan perusahaanpun akan diperoleh
karena adanya semangat kerja, dan produktivitas tinggi dari pekerja.